March 19, 2008

Utukki : Sayap Para Dewa

Posted in Book at 6:58 am by justrere

Satu lagi novel dari Clara Ng, penulis novel best seller di Indonesia, setelah beberapa karyanya yang lain, antara lain Trilogi Indiana Chronicle, The (Un)Reality Show, Dimsum Terakhir, Tiga Venus, dan Utukki : Sayap Para Dewa.

Utukki merupakan novel percintaan yang dilatarbelakangi oleh mitos-mitos Mesir. Diceritakan pada tahun 5000 Sebelum Masehi, ketika manusia percaya akan keberadaan Dunia-Atas yang merupakan tempat tinggal para dewa dewi dan kekal abadi di dalamnya serta Dunia-Mahluk-Hidup yang ditempati oleh manusia yang tidak abadi. Utukki sendiri adalah sebutan bagi anak-anak yang dilahirkan oleh Dewi Antu (Bumi) yang merupakan pasangan dari Dewa Anu (Langit). Salah satu Utukki terakhir, Nannia jatuh cinta pada seorang pendeta di bumi, Enka. Sang ibu, Dewi Antu, marah besar dan tidak merestuinya. Di sisi lain, Dewa Anu, telah menggariskan takdir mereka dalam buku nasib. Di lain sisi, terdapat Dewi Cinta dan Perang, Dewi Ihstar, yang jatuh cinta juga kepada Enka, sayangnya Enka tidak mengetahuinya, dan malah jatuh cinta kepada Nannia. Kisah cinta ini akhirnya akan berkelanjutan saat mereka bereinkarnasi kembali 7000 ribu tahun kemudian, yaitu pada tahun 2000.

Dari seluruh rangkaian cerita, ide cerita yang diambil cukup nyentrik, dimana masih sedikit penulis yang menceritakan tentang cinta dengan bumbu mitos dan petualangan. Bahkan di tengah-tengah cerita digambarkan salah satu tokoh, Celia, harus berjuang melawan 7 monster Utukki. Yang uniknya, diantara penggalan-penggalan paragraf romance dan berkesan mengharu-biru, penulis menyisipkan banyolan-banyolan salah seorang dewa, yaitu dewa Marduk yang memang suka asal. Bahkan dewa pun Jogging segala 😀 (bagian ini sukses bikin saya ngakak setelah terharu)

Penulis juga cukup imajinatif menggambarkan keadaan di Dunia-Atas dengan segala pernak-perniknya. Pembaca seolah-olah dibawa ke negeri antah-berantah. Di novel ini pula, disebutkan bahwa indera manusia adalah 7, dimana indera keenam adalah gelombang pikiran, indera kesembilan adalah kepekaan yang amat sangat, dan indera kesepuluh adalah suara hati. Bagaimana indera kedelapan? Menurut para dewa, indera kedelapan harus ditemukan oleh manusia itu sendiri, jadi silahkan baca novel ini dan temukan apa indera kedelapan itu 🙂

Secara keseluruhan, novel ini mengajarkan arti cinta yang sesungguhnya, cinta tanpa syarat apapun, kegelapan akibat cinta tak berbalas, perjuangan menyatukan cinta, pencarian cinta serta menjaga kekuatan cinta selama bertahun-tahun tanpa bisa bertemu, tanpa saling tatap dan menyentuh satu sama lain, dan saat semua orang telah melupakan mereka. Berikut ini adalah cuplikan isi novelnya :


Cinta… adalah kekuatan, kekuatan untuk berani merelakannya pergi, walau itu menyakitkan. Cinta… adalah ketabahan ketabahan untuk menerima hal-hal yang sulit diterima. Cinta… adalah keabadian, karena cinta itu adalah jantung pemberi kehidupan.

Halaman 172


Terimalah penderitaan sebagai manusia; penderitaan yang bercampur menjadi kegembiraan. Itulah hakikat Cinta

Halaman 305


“Gilakah itu namanya? Gilakah menjadi cemburu karena terlalu mencintaimu? Gilakah jika aku tidak rela melihatmu membagi cinta?”

“Itu gila. Cinta tak seharusnya seperti ini. Kau membuat orang yang kucintai terbunuh!”

“Beginilah cinta yang seharusnya. Aku tidak tahu lagi bagaimana cara mencintaimu lebih daripada ini”

Jadi beginilah rasanya jika dicintai secara membabi buta. Cinta yang tak mampu melihat adalah tikaman panah tepat pada jantung. Cinta yang tak mampu mendengar adalah pemerkosaan pada jiwa dalam kesewenang-wenangan.

Halaman 312


…maafkan aku karena tidak dapat mengerti apa arti cinta….

Cinta itu hangat, Ibu

…Maafkan aku karena tidak pernah tersentuh gelombang perasaan itu…

Cinta adalah alasan utama bagi manusia agar terus hidup, Ibu

…maafkan aku karena tidak dapat memberi makna cinta…

…tapi biarkan aku melakukan satu hal benar setelah beribu-ribu tahun…

Halaman 380

Clara Ng dengan sukses membuat hati pembaca naik turun mengikuti alur cerita ini. Ditambah ending yang tak tertebak, novel ini layak untuk dibaca. Good job, Clara 🙂

February 28, 2008

The Lunch Gossip

Posted in Book at 6:15 am by justrere

Mereka mencari bitch…
dan menemukannya dalam diri masing-masing.

Sepenggal kalimat di atas adalah cuplikan resensi dari novel metropop berjudul The Lunch Gossip yang ditulis oleh Tria Barmawi. Novel ini dibuka dengan penjelasan tentang bitch itu sendiri. Mungkin seringkali yang kita dengar bitch adalah ungkapan memaki. Padahal jika melihat di kamus, arti kata bitch lebih mengarah pada perempuan yang menyebalkan, keras kepala, berlidah tajam, serta egois.

Dari judul novelnya, bisa ditebak ini adalah novel ‘perempuan banget’. Karena gossip memang identik dengan kaum hawa, meskipun di saat makan siang (lunch), para lelaki juga pasti mengobrol dengan rekannya meski kadang ‘menyerempet’ kepada gossip. tapi mereka mendiskusikannya sambil lalu, tidak seperti perempuan yang penasaran pada setiap detilnya. Yah, itulah perempuan 🙂

Setting novel ini sebagian besar berada di kantor BeIT International, sebuah kantor teknologi informasi, dimana sebagian besar karyawannya adalah kaum adam. Di kantor inilah lima karakter utama di dalam novel ini bertemu. Xylana atau Xixi, Kynthia atau Tia, Keisha, Vinka dan Arimbi, lima karakter yang berbeda bisa menjadi sahabat karena aktivitas makan siang bersama yang mereka lakukan. Ada si perfeksionis, ada yang lugu dan polos, ada juga yang modis, ada juga yang superbaik menolong yang lain, ada lagi yang ceplas-ceplos mengungkapkan isi hatinya. Ada yang suka pada mereka, juga ada sebal pada mereka. Ada salah seorang yang tidak menyukai kehadiran mereka disana. Rententan masalah satu demi satu mulai muncul di permukaan. Mulai dari fitnah yang kelewatan, affair dengan bos, ditekan oleh pimpinan proyek, hingga terjerat CLBK (Cinta Lama bersemi Kembali). Apakah semua masalah ini berakar dari seseorang yang tidak menyukai mereka? Ataukah memang karena ada musuh di dalam selimut yang tidak bisa menerima keadaan sahabatnya?

Novel ini cukup ringan, mengajarkan pada kita bahwa hidup memang tidak bisa ditebak, banyak kejutan (hal 262), mungkin itulah yang membuat hidup kita lebih berwarna-warni layaknya pelangi 🙂 Seseorang yang bersikap sangat menyebalkan terhadap kita mungkin punya sisi baik tapi sisi baik tersebut terlalu jauh terkubur di bawah sisi buruknya (hal 233). Teman yang cukup dekat akhirnya menjadi acuh, dan orang yang tidak disangka malah menunjukkan perhatiannya terhadap kita, meskipun dengan cara yang berbeda, yang mungkin saat itu kita belum memahaminya. Memang susah mengukur hati manusia (hal 245).